STRATEGI PEMBELAJARAN
AFEKTIF
Diajukan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Strategi Pembelajaran
Dosen
: Mario Emilzoli M,pd
Disusun
Oleh :
Ernita
lestari Dewi
Atip
Hidayat
Fakultas
Tarbiyah
Prodi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar/MI
SEKOLAH
TINGGI AGAMA ISLAM(STAI) SILIWANGI BANDUNG
2016
·
Pengertian Strategi Pembelajaran Afektif
Strategi pembelajaran afektif
adalah strategi yang bukan hanya bertujuan untuk mencapai pendidikan kognitif
saja, akan tetai juga bertujuan untuk mencapai dimensi lainya. Yaitu sikap dan
keterampilan afektif berhubungan dengan volume yang sulit di ukur karena
menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam, afeksi juga dapat muncul
dalam kejadian behavioral yang diakibatkan dari proses pembelajaran yang
dilakukan oleh guru.
·
Hakikat Pendidikan Nilai dan Sikap
Sikap (afektif) erat kaitanya
dengan nilai yang dimiliki oleh seseorang, sikap merupakan refleksi dari nilai
yang dimiliki, oleh karenanya pendidikan sikap pada dasarnya adalah pendidikan
nilai. Nilai, adalah suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang
sifat-sifatnya tersembunyi, tidak berada dalam dunia yang empiris. Nilai
berhubungan dengan pandangan seseorang tentang baik dan buruk, layak dan tidak
layak, pandangan seseorang tentang semua itu, nilai pada dasarnya adalah
setandar perilaku seseorang. Dengan demikian, pendidikan nilai pada dasarnya
proses penanaman perilaku kepada peserta didik yang diharapkan kepada siswa
dapat berperilaku sesuai dengan pandangan yang dianggap baik dan tidak
bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.
1. Normativist : Kepatuhan yang terdapat
pada norma-norma hukum.
2. Integralist : Kepatuhan yang didasarkan
pada kesadaran dan pertimbangan-pertimbangan yang rasional.
3. Fenomalist : Kepatuhan berdasarkan suara
hati atau sekedar basa-basi.
4. Hedonist : Kepatuhan berdasarkan diri
sendri.
Sikap
adalah kecenderungan seseorang untuk menerima atau menolak suatu objek
berdasarkan nilai yang di anggap baik atau tidak baik. Dengan demikian,
berlajar sikap berarti memperoleh kecenderungan untuk menerima atau menolak
suatu objek penilaian terhadap objek itu sebagai hal yang berguna atau berharga
(sikap positif) dan tidak berguna atau berharga (sikap negatife).
·
Proses Pembentukan Sikap
Pola pembiasaan
Dalam proses pembelajaran di
sekolah, baik secara di sadari maupun tidak, guru dapat menanamkan sikap
tertentu kepada siswa melalui proses pembiasaan, misalnya sikap siswa yang
setiap kali menerima perilaku yang tidak menyenangkan dari guru, satu contoh
mengejek atau menyinggung perasaan anak. Maka lama kelamaan akan timbul
perasaan benci dari anak yang pada akhirnya dia juga akan membenci pada guru
dan mata pelajarannya.
Modeling.
Pembelajaran sikap dapat juga
dilakukan melalui proses modeling yaitu pembentukan sikap melalui proses
asimilasi atau proses pencontoaan. Salah satu karakteristik anak didik yang
sedang berkembang adalah keinginan untuk melakukan peniruan (imitasi). Hal yang
di tiru itu adalah perilaku-perilaku yang di peragakan atau di demontrasikan
oleh orang yang menjadi idman. Modering adalah proses peniruan anak terhadap
orang lain yang menjadi idolanya atau orang yang di hormatinya. Pemodelan
biasanya di nilai dari perasaan kagum.
·
Model Strategi Pembelajaran Sikap
Setiap strategi pembelajaran sikap
pada umumnya menghadapkan siswa pada situasi yang mengandung konflik atau
situasi problematic, melalui situasi ini diharapkan siswa dapat mengambil
keputusan berdasarkan nilai yang di anggapnya baik.
1. Model Konsiderasi
Model konsiderasi di kembangkan
oleh Mc Paul, seorang humanis, paul menganggap bahwa pembentukan moral tidak
sama dengan pengembangan kognitif yang rasional. Menurutnya pembentukan atau
pembelajaran moral siswa adalah pembentukan kepribadian bukan pengembangan
intelektual. Oleh sebab itu, model ini menekankan kepada strategi pembelajaran
yang dapat membentuk keperibadian, tujuannya adalah agar siswa menjadi manusia
yang memiliki keperibadian terhadap orang lain.
2. Model Pengembangan Kognitif
Model ini banyak diilhami oleh
pemikiran John dewey dan Jean Piage yang berpendapat bahwa perkembangan manusia
menjadi sebagai proses darirestrukturisasi kognitif yang berlangsung serta
berangsur-angsur menurut aturan tertentu.
3. Tehnik Mengklarifikasikan Nilai
Tehnik volume clarification technic
Que atau VCT dapat di tarik sebagai tehnik pengajaran untuk membentuk siswa
dalam menerima dan menentukan suatu nilai yang di anggapnya baik dalam
menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan
tertanam dalam diri siswa. VCT menekankan bagaimana sebenarnya seseorang membangun
nilai menurut anggapanya baik, yang pada akhirnya nilai-nilai tersebut akan
mewarnai perilaku dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.
Kesulitan
Dalam Pembelajaran Afektif.
Kesulitan
dalam pembelajaran afektif ini dikarnakan :
Sulit melakukan control karma
banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan sikap seseorang.
Pengembangan kemampuan sikap baik melalui proses pembiasaan maupun modeling
bukan hanya di temukan oleh faktor guru, akan tetapi faktor lain terutama
faktor lingkungan.
Keberhasilan
pembentukan sikap tidak bisa di evaluasi dengan segera. Berbeda dengan aspek
kognitif dan aspek keterampilan yang hasilnya dapat diketahui setelah proses
pembelajaran berakhir, keberhasilan dari pembentukan sikap dapat dilihat pada
rentang waktu yang cukup pnjang. Hal ini disebabkan sikap berhubungan dengan
internalisasi nilai yang memerlukan proses lama.
Pengaruh
kemajuan teknologi, berdampak pada pembentukan karakter anak, tidak bisa
dipungkiri program-program TV yang menayangkan acara produksi luar negri yang
memiliki latar belakang budaya yang berbeda, maka dari itu perlahan tapi pasti
budaya asing yang belum cocok dengan budaya lokal menerobos dalam setiap ruang
kehidupan.
·
Afektif Sebuah Strategi Pembelajaran Terapan
Pembelajaran Afektif banyak yang
beranggapan bukan untuk diajarkan, seperti pelajaran biologi, fisika ataupun
matematika. Pembelajaran afektif merupakan pembelajaran bagaimana sikap itu
terbentuk setelah siswa atau manusia itu memperoleh pembelajaran. Oleh karena
itu yang pas untuk afektif bukanlah pengajaran, melainkan pendidikan. Strategi
pembelajaran yang akan kita bahas ini diarahkan untuk mencapai tujuan
pendidikan yang bukan hanya dimensi kognitif tetapi juga menyangkut dimensi
lainnya yakni sikap dan keterampilan, melalui proses pembelajaran yang
menekankan kepada aktifitas siswa sebagai subjek belajar. Afektif berhubungan
sekali dengan nilai (value), yang sulit diukur karena menyangkut kesadaran
seseorang yang tumbuh dari dalam. Dalam batas tertentu, memang Afektif dapat
muncul dalam kejadian berhavioral, akan tetapi penilaiannya untuk sampai pada
kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan membutuhkan ketelitian dan
observasi yang terus menerus, dan hal ini tidaklah mudah untuk dilakukan,
apalagi menilai perubahan sikap sebagai akibat dari proses pembelajaran yang
dilakukan guru disekolah. Kita tidak serta merta menilai sikap anak itu baik.
Sebagai contoh melihat kebiasaan berbahasa atau sopan santun yang bersangkutan,
sebagai akibat dari proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru. Mungkin
sikap itu terbentuk oleh kebiasaan dalam keluarga dan lingkungan sekitar.
Nilai adalah suatu konsep yang
berada dalam pikiran manusia yang sifatnya tersembunyi, tidak berada di dalam
dunia yang empiris. Nilai berhubungan dengan pandangan seseorang tentang baik
dan buruk, layak dan tidak layak indah dan tidak indah dan sebagainya.
Pandangan seseorang tentang semua itu tidak bisa diraba, kita hanya mungkin
dapat mengetahuinya dari perilaku yang bersangkutan. Oleh karena itu, nilai
pada dasarnya standar perilaku, ukuran yang menentukan atau kriteria seseorang
mengenai baik dan buruk, layak dan tidak tidak layak dan sebagainya. Dengan
demikian, pendidikan nilai pada dasarnya merupakan proses penanaman niali
kepada peserta didik yang diharapkan oleh karenanya siswa dapat berprilaku
sesuai dengan pandangan yang dianggapnya baik dan tidak bertentangan dengan
norma-norma yang berlaku.
Ada empat faktor yang merupakan
dasar kepatuhan seseorang terhadap niali tertentu yang dikemukakan oleh Douglas
Graham (Gulo, 2002) yaitu :
1) Normativist
Biasanya kepatuhan pada norma-norma
hukum, kepatuhan pada nilai atau norma itu sendiri ; kepatuhan pada proses
tanpa memperdulikan normanya sendiri ; kepatuhan pada haslinya atau tujuan yang
diharapkan dari peraturan itu.
2) Integralist
Yaitu kepatuhan yang didasarkan
pada kesadaran dengan pertimbangan-pertimbangan yang rasional
3) Fenomenalist
Yaitu kepatuhan berdasarkan suara hati
atau sekedar basa-basi.
4) Hedonist
Yaitu kepatuhan berdasarkan kepentingan
diri sendiri.
Faktor Normativist adalah faktor
yang kita harapkan menjadi dasar kepatuhan setiap individual, karena kepatuhan
semacam inilah adalah kepatuhan yang didasari kesadaran akan nilai tanpa
memperdulikan apakah perilaku itu menguntungkan untuk dirinya atau tidak.
Dari
empat faktor diatas terdapat lima tipe kepatuhan, yakni :
a.
Otoritarian
Yaitu suatu kepatuhan tanpa reserve
atau kepatuhan yang ikut-ikutan.
b.
Conformist
Kepatuhan ini mempunyi tiga bentuk,
antara lain : Conformist directed, yaitu penyesuaian diri terhadap masyarakat
atau orang lain, conformist hedonist yaitu kepatuhan yang berorientasi pada
“untung-rugi” dan conformist integral yaitu kepatuhan yang menyesuaikan
kepentingan diri sendiri dengan kepentingan masyarakat.
c.
Compulsive
: Yaitu kepatuhan yang tidak konsisten
d.
Hedonik
Psikopatik
Yaitu kepatuhan pada kekayaan tanpa
memperhitungkan kepentingan orang lain.
e.
Supramoralist
Yaitu kepatuhan karena keyakinan
yang tinggi terhadap nilai-nilai moral.
Pada era teknologi informasi yang
berkembang secara pesat ini, pendidikan nilai sangatlah penting untuk
diterapkan sebagai filter terhadap perilaku yang negatif. Nilai pada seseorang
tidaklah statis, akan tetapi selalu berubah. Setiap orang akan menganggap
sesuatu itu baik sesuai dengan pandangannya pada saat itu. Oleh sebab itu,
sistem nilai yang dimiliki seseorang itu bisa dibina dan diarahkan. Apabila
seseorang menganggap nilai agama adalah diatas segalanya, maka nilai-nilai yang
lain akan bergantung pada nilai agama itu. Dengan demikian sikap seorang sangat
tergantung pada sistem nilai yang dianggapnya paling benar dan kemudian sikap
itu yang akan mengendalikan perilaku orang tersebut.
Gulo
(2005) menyimpulkan tentang nilai sebagai berikut :
1.
Nilai tidak bisa diajarkan tetapi diketahui dari penampilannya.
2.
Pengembangan domain afektif pada nilai tidak bisa dipisahkan dari aspek
kognitif dan psikomotorik
3.
masalai ini adalah masalah emosional dan karena itu dapat berubah, berkembang
sehingga bisa di bina.
4.
Perkembangan nilai atau moral tidak terjadi sekaligus, tetapi melalui tahap
tertentu
Sikap adalah kecenderungan
seseerang untuk menerima atau menolak suatu objek berdasarkan nilai yang
dianggapnya baik atau tidak baik. Dengan demikian, belajar sikap berarti
memperoleh kecenderungan untuk menerima atau menolak suatu objek; berdasarkan
penilaian terhadap objek itu sebagai hal yang berguna/berharga (sikap positif)
dan tidak berhrga/tidak berguna (sikap negatif). Sikap merupakan suatu
kemampuan internal yang berperanan sekali dlam mengambil tindakan (action),
lebih-lebih apabila terbuka berbagai kemungkinan untuk bertindak atau tersedia
beberapa alternative (winkel : 2004).
Apakah
sikap dapat dibentuk ?
Dalam proses pembelajaran
disekolah, baik secara disadari maupun tidak, guru dapat menanamkan sikap
tertentu kepada siswa melalui proses pembiasaan. Belajar membentuk sikap
melalui pembiasaan itu juga dilakukan oleh skinner melalui teorinya operant
conditioaning. Proses pembentukan sikap yang dilakukan Skinner menekankan pada
proses peneguhan respons anak. Setiap kalianak menunjukkan prestasi yang baik
diberikan penguatan (reinforcement) dengan cara memberikan hadiah atau perilaku
yang menyenangkan. Lama kelamaan, anak berusaha meningkatkan sikap positifnya.
Pembelajaran sikap seseorang dapat
juga dilakukan melalui proses modeling, yaitu pembentukan sikap melalui proses
asimilasi tau proses mencontoh. Salah satu karakteristik anak didik yang sedang
berkembang adalah keinginannya untuk melakukan peniruan. Prinsip peniruan ini
dimaksud dengan modeling. Modeling adalah proses peniruan anak terhadap orang
lain yang menjadi idolanya atau orang yang dihormatinya.
Proses penanaman sikap anak
terhadap sesuatu objek melalui proses modeling pada awalnya dilakukan secara
mencontoh, namun anak perlu diberi pengarahan dan pemahaman mengapa hal itu
dilakukan. Hal ini diperlukan agar sikap tertentu yang muncul benar-benar
disadari oleh suatu keyakinan kebenaran sebagai suatu sistem nilai.
F. Model-model
strategi pembelajaran sikap antara lain :
a) Model konsiderasi
Model konsiderasi (the
consideration model) dikembangkan oleh Mc. Paul (seorang humanis). Dia
menganggap bahwa pembentukan moral tidak sama dengan perkembangan kognitif yang
rasional. Menurut dia, pembelajaran moral siswa adalah pembentukan kepribadian
bukan pengembangan intelektual. Model ini menekankan kepada strategi
pembelajaran yang dapat membentuk kepribadian dengan tujuan agar siswa menjadi
manusia yang memiliki kepedulian terhadap orang lain. Pembelajaran sikap pada
dasarnya adalah membantu anak agar dapat mengembangkan kemampuan untuk bisa
hidup bersama secara harmonis, peduli dan merasakan apa yang dirasakan orang
lain. Implementasi dari model ini, guru dapat mengikuti tahapan dibawah ini :
a. Menghadapkan siswa pada suatu maslah
yang mengandung konflik, yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Ciptakan suasana “seandainya siswa tersebut ada dalam masalah itu”.
b. Menyuruh siswa untuk menganalisis
situasi masalah dengan melihat bukan hanya yang tampak, tetapi juga yang
tersirat dalam permasalah tersebut, misalnya perasaan, kebutuhan dan
kepentingan orang lain.
c. Menyuruh siswa untuk menuliskan
tanggapannya terhadap permasalahan yang dihadapi. Hal ini dimaksudkan agar
siswa dapat menelaah perasaanya sendiri sebelum ia mendengar respons orang lain
untuk dibandingkan.
d. Mengajak siswa untuk menganalisis
respons orang lain serta membuat kategori dari setiap respons yang diberikan
siswa.
e. Mendorong siswa untuk merumuskan akibat
atau konsekuensi dari setiap tindakan yang diusulkan siswa. Siswa diajak
berfikir keras dan harus dapat menjelaskan argumennya secara terbuka serta
dapat saling menghargai pendapat orang lain.
f. Mengajak siswa untuk memandang
permasalahan dari berbagai sudut pandang untuk menambah wawasan agar mereka
dapat menimbang sikap tertentu sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
g. Mendorong siswa agar merumuskan sendiri
tindakan yang harus dilakukan sesuai dengan pilihannya berdasarkan
pertimbangannya sendiri. Guru hendaknya tidak menilai benar atau salah atas
pilihan siswa. Yang diperlukan adalah guru dapat membimbing mereka menentukan
pilihan yang lebih matang sesuai dengan pertimbangan sendiri.
G. Model
Pengembangan kognitif
Model pengembangan kognitif (the
cognitive development model) dikembangkan oleh Lawrence Kholberg. Model ini
hanya diilhami oleh pemikiran John Dewey dan Jean Piaget yang berpendapat bahwa
perkembangan manusia terjadi sebagai proses dari restrukturisasi kognitif yang
berlangsung secara berangsur-angsur menurut urutan tertentu. Menurut Kohlberg,
moral manusia itu berkembang melalui 3 tingkat, dan setiap tingkat terdiri dari
2 tahap. Tingakat-tingkat tersebut antara lain :
a.
Tingkat Prakonvensional
Pada tingkat ini setiap individu memandang moral berdasarkan kepentingannya
sendiri. Artinya, pertimbangan moral didasarkan pada pandangannya secara
individual tanpa menghiraukan rumusan dan aturan yang dibuat oleh masyarakat.
Pada tingkat ini dibagi dua tahap yaitu tahap orientasi hukuman dan kepatuhan,
perilaku anak didasarkan kepada konsekuensi fisik yang akan terjadi. Anak hanya
berfikir bahwa perilaku yang benar adalah perilaku yang tidak akan
mengakibatkan hukuman. Jadi peraturan harus dipatuhui agar tidak timbul
konsekuensi negatif : Tahap orientasi instrumental-relatif, perilaku anak
didasarkan kepada rasa “adil” berdasarkan aturan permainan yang telah
disepakati. Dikatakan adil manakala orang membalas perilaku kita yang dianggap
baik, dengan demikian perilaku itu didasarkan kepada saling menolong dan saling
meberi.
b.
Tingkat Konvensional
Dalam tahap ini anak mendekati
masalah didasarkan pada hubungan individu masyarakat. Pemecahan masalah bukan
hanya didasarkan pada keadilan belaka, akan tetapi apakah permasalahan itu
sesuai dengan norma masyarakat.
Bagaimana caranya agar siswa itu aktif dalam proses pembelajaran, sedangkan keinginan untuk belajarnyaa itu sangat kurang??
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
HapusMenurut saya biar siswa aktif dan membuat belajar siswa menyenang kan itu dalam proses pembelajaran nya bisa kita menggunakan media .dalam pembelajaran ny pun juga bisa sampai siswa mencoba media yang telah di pakai supaya d dalam pembelajaran siswa aktif dan tidak membosan kan .di contoh kan kaya yang pernah d persentasikan d kls waktu pembahasan ukuran satuan.
HapusHal apa saja yang menjadi hambatan dalam penerapan stategi pembelajaran efektif?
BalasHapusMungkin yang jadi hambatan nya Pembentukan dan pengembangan sikap dan moral seorang siswa dalam pendidikan.
BalasHapusModel ini menekankan
BalasHapuskepada strategi pembelajaran yang
dapat membentuk kepribadian dengan
tujuan agar siswa menjadi manusia
yang memiliki kepedulian terhadap
orang lain.
kadang tidak semua siswa memiliki kepedulian ter hadap orang lain bagaimana cara mengatasi nya?
Dalam penilaian berbasis kelas terdapat beberapa teknik penilaian yang dapat dipilih oleh seorang pendidik, coba uraikan teknik penilaian seperti apa yang sesuai untuk ranah afektif, kognitif dan psikomotorik ?
BalasHapusadakah kelemahan dari pembelajaran ini?
BalasHapus